13 Juli, 2008

religi

Bismillahirrahmanirrahim
SINETRON RELIGI SEBAGAI CANDUISASI AGAMA
Oleh: Ahmad Baihaqi


"Ketahuilah bahwa seandainya umat berkumpul untuk memberimu suatu manfaat, mereka tidak akan dapat memberimu manfaat melainkan sesuatu yang telah dituliskan Allah bagimu, dan kalau seandainya mereka berkumpul untuk memberi mudharat bagimu niscaya mereka tidak akan dapat memberi mudharat melainkan apa yang telah dituliskan bagimu. Pena-pena telah diangkat dan telah kering lembaran-lembaran". (HR. At-Tirmidzi)

Banyaknya tanyangan-tayangan sinetron dengan gentre religius, tentu menimbulkan penafsiran lain di kalangan masyarakat, karena bagaimanapun stasiun televisi adalah lembaga komersial yang bisa bertahan dengan memuaskan konsumennya, timbul satu pertanyan, benarkah sinetron religius yang diasumsikan untuk m
enjawab spirit religiutas (keberagaman) mampu membuat manusia semakin religius?
“It (religion) is the opium of people” Agama adalah candu masyarakat demikian kata Karl Marx, Bapak komunisme musuh kaum beragama sedunia. Menurut konsep tuhan dengan surga neraka adalah ciptaan manusia untuk melarikan diri dari

keputusasaan, sebagaimana opium/candu digunakan oleh manusia saat tak berdaya mengatasi tekanan hidup, opium memberikan efek ketenangan, halusinasi, dan menjawab semua keinginan yang dihadapinya.s
Menurut Mark konsep tuhan tidak dikenal manusia diawal sejarah. Ketika itu manusia hidup saling berbagi dalam suatu kelas yang dinamakan komunitas purba dimana segala hal dibagi sama rasa dan sama rata. Kemudian timbullah keserakahan manusia yang ingin mendapatkan lebih dari sesamanya, sehingga satu sama lain saling bersaing untuk menjadi yang terkuat. Pihak yang menang kemudian menjadi kelas borjius yang kalah menjadi proletar.
Untuk mencegah kaum proletar memberontak maka kaum borjuis menciptakan konsep Tuhan dan agama sebagai candu penawar penderitaan, karena dengan dibuahi oleh khayalan tentang Tuhan dan alam nanti, dimana yang lemah tertindas dan akan mendapat kebahagiaan di surga dan kaum penindas di hukum di neraka, maka jiwa-jiwa tertindas itu akan menjadi tenang.
Sebaliknya kaum agama menyatakan bahwa konsep Tuhan adalah fitrah yang dibawa manusia sejak kelahirannya. Secara umum Agama dan Komunisme Marxisme berada dalam dua arah yang saling berlawanan.
Namun belakangan ini asumsi Mark justru mendapat bantahan dari fenomena keberagaman khususnya Islam, di Indonesia. Lewat berbagai sinetron religius yang marak semenjak ketidak pastian ekonomi dan politik pasca reformasi seakan-akan keresahan, ketakutan dan ketidak pastian ini mendapat candu penawar lewat sinetron-sinetron, dimana orang-orang yang berdosa mendapat balasan langsung dari Tuhan, sebagai contoh adalah jenazah di rubung belatung atau terhimpit liang kubur.
Sementara sosok orang beriman, juga mendapat balasan langsung seperti pemulung jadi pengusaha, atau tukang kubur mendapat berbagai keajaiban hingga menjadi konglomerat. Tokoh-tokoh agama digambarkan sebagai manusia sempurna, berakhlaq mulia, berwajah ramah, cukup secara materi serta tentu saja mampu menjawab semua tantangan hidup, termasuk membasmi siluman.
Fenomena sinetron religius, yang dipelopori tayangan sinetron Rahasia Ilahi di TPI menjadi marak yang di ikiuti semua setasiun televisi lain. Indosiar dengan Misteri Ilahi, SCTV Kuasa Ilahi, menunjukkan betapa besar tanggapan masyarakat tentang hal-hal semacam ini.
Variasi-variasi Film Religius
Dalam perkembangannya sinetron religius ini mempunyai beberapa khas masing-masing. Beberapa tipe tersebut antara lain:
Sinetron yang menggambarkan hukuman bagi para pendosa, sebagai gambaran hubungan mahluk terhadap Tuhan. Tuhan digambarkan sebagai Dzat Maha Kuasa yang tak segan-sega menghukum hamba-Nya yang bersalah dengan hukuman yang keras, bahkan sadis. Ini merupakan hasil dari sinetron religius yang paling awal. Perintisnya adalah TPI yang menayangkan dalam sinetron RAHASIA ILAHI. Sinetron ini diangkat dari larisnya majalah Hidayah yang mengangkat kisah-kisah nyata seputar adzab bagi kaum pendosa. Judul-judul seram pun masih lengket di telinga penonton televisi, pengadu ayam yang mati seperti ayam disembelih, jenazah terhimpit kubur dan sebagainya.
Sinetron yang menggambarkan balasan secara instan (langsung) bagi hambanya yang beriman. Misal seperti orang saleh yang berprofesi sebagai pemulung mendapat keajaiban sehingga menjadi penguasa, tukang sapu yang kemudian mendapat rejeki nomplok sehingga kaya mendadak, gambaran ini sering ditayangkan di stasiun RCTI lewat sinetron MAHA KASIH.
Fenomena yang menggambarkan hal yang paling disukai masyarakat Indonesia, film mistis. Bagaimana kejahatan ditumpas melalui sepak terjang ulama yang menguasai hal-hal supernatural. Indosiar adalah stasiun TV yang paling dominan dengan fenomena ini lewat sinetron MISTERI ILAHI. Sinetron ini menjadi khas karena yang menjadi lawan adalah siluman dan mahluk jadi-jadian. Maka kemudian siluman ular, siluman buaya, dan kuntilanak begitu dekat dengan kita dengan wajah yang tak lagi menyeramkan karena sudah pasti akan dijinakkan oleh para ustadz berjubah yang mempunyai beragam kesaktian.
Sinetron ini biasanya marak menjelang Ramadhan. Ini sebenarnya sinetron biasa yang bertema hal-hal lumrah dalam dunia sinetron. Konflik perebutan warisan, pacar, persaingan bisnis dan dendam. Namun dengan dibumbui sedikit balutan tokoh-tokoh yang berperan sebagai ustadz, sanrti, juga pakaian-pakaian Islami, maka sinetron ini pun masuk kedalam katagori sinetron religius.
Beberapa artis sinetron yang dalam dunia nyata, kredibilitasnya dari segi keagamaan sangat menyedihkan disulap menjadi ustadz, ustadzah atau santri. Contoh nyata adala Anjasmara yang pernah berfoto telanjang dan fotonya dipajang di pameran sebagai karya seni. Sangat laris menjalani peran sebagai tokoh “santri gaul”. Bahkan tokoh utama dalam sinetron Ramadhan pernah ditangkap karena memakai sabu-sabu.
Artis-artis perempuan yang dalam liputan khusus tengah malam semisal fenomena di TRAN TV sangat piawai bergoyang dilantai diskotik, memamerkan kelincahannya sambil mencampur oplosan minuman keras berbagai jenis dan keesokan harinya tampil di sinetron dengan pakaian islam yang sangat anggun, lengkap dengan petuah-petuahnya.
Penayangan sinetron-sinetron tersebut pada jam-jam utama yang bisa dilihat secara bebas termasuk oleh anak-anak kecil juga membawa dampak yang menghawatirkan.
Penggambaran mahluk-mahluk halus yang dengan kejam membunuh manusia, siksaan-siksaan mengerikan sebagai balasan perbuatan dosa mengakibatkan Agama dan Tuhan tampak sebagai monster. Konsep Islam bahwa Tuhan bersifat Rahman dan Rahim Pengasih dan Penyayang serta mendahulukan rahmat daripada kemurkaanya seakan hancur berantakan oleh sinetron.
Sinetron religi sangat dikhawatirkan terhadap pembentukan pribadi anak karna memberikan informasi berbagai hal tabu, semisal sinetron yang membahas hukuman bagi homoseksual dan lesbian, justru membuat anak semakin terpancing untuk mengetahui penyimpangan tersebut.
Sepanjang sejarahnya, fenomena sinetron sebagai salah satu sarana pengobat keresahan dalam menghadapi permasalahan hidup hanya merupakan tren lama yang dikemas secara berbeda.
Melejitnya tayangan religious menggejala pertama kali pada saat badai krisis moneter Indonesia pada tahun 1998. Saat itu yang menjadi pola pelarian dari keresahan adalah tayangan religious yang bersifat musikal. Group musik kyai kanjeng, orchstra Tya Subiakto, shalawat Hadad Alwi, menjadi tayangan favorit. Hampir seluruh TV menayangkan ini.
Tren selanjutnya adalah dzikir bersama. Dimana ditayangkan dzikir massal yang jamaahnya khusyu berdo’a mencari ketenangan. Salah satu pemimpinnya adalah majelis dzikir sejuta umat ustadz Arifin Ilham yang ditayangkan RCTI, dzikir penyembuhan oleh Ustadz Haryono ditayangkan di TPI dan TVRI. Pasca tren dzikir maka lahirlah tayangan penyejuk hati, sebagai contoh Manajemen Qolbu dengan Aa’Gym sebagai iconnya. Tayangan ini mengajarkan manajemen bagaimana pemirsa bersabar dan mensukuri karunia yang masih diperolehnya.
Bagi stasiun TV hal ini bukanlah hal penting yang harus dikomentari karena urusan mereka adalah iklan dan uang. Namun paling tidak akan lahir satu anggapan bahwa mereka adalah memang benar-benar idola.
Di Balik Layar Stasiun Televisi
Mencari penyebab mengapa sinetron religi menjadi fenomena yang begitu marak di Indonesia merupakan upaya bak mengurai benang kusut karena banyaknya faktor yang melahirkan fenomena demam senetron religius kelihatanya berangkat dari meningkatnya kesadaran keagamaan masyarakat, sebenarnya faktor ekonomi, budaya dan politik memegang peranan yang sangat penting.
Lahirnya sinetron rahasia ilahi yang menjadi awal melejitnya sinetron religi, berawal dari kejelian pihak PH (Production House) Multivision melihat larisnya majalah hidayah yang berisi kisah-kisah ajaib seputar adzab bagi orang yang berdosa. Penjualan majalah Hidayah yang mencapai 2 juta eksemplar tentu menunjukkan betapa potensialnya hal tersebut jika dikembangkan menjadi industri televise.
Meskipun pada asalnya berasal dari semangat keberagaman, namun dalam religi harus di kontrol karena berbagai alasan. Pertama Sinetron religi sangat rentan membawa pola pemahaman materialise (kebendaan) untuk memahami hakekat kebenaran. Karena salah dan benar selalu ditunjukkan dengan hal yang bersifat material. Orang berdosa mendapat hukuman berupa penyakit-penyakit mengerikan,
Jika ini dibiarkan dikhawatirkan, mengulang pemahaman keagamaan kaum musyrik bahwa kebenaran harus dibuktikan secara materil seperti terekam dalam ayat Al-Qur’an yang menceritakan tentang kaum musyrik untuk memelihara kebenaran dengan cara menurunkan kitab dari langit, atau menampakkan Malaikat dari Tuhan di depan mereka. Juga apabila mereka (kaum kafir) bersalah tidak mendapatkan balasan atas kesalahan mereka.
Kedua Sinetron religi mengakibatkan agama hanya merupakan tontonan ringan sehingga agama terbatas hiburan yang menghadirkan sajian tentang siksaan terhadap orang-orang jahat. Hal ini mengakibatkan kerapuhan serta dangkalnya keyakinan yang ada pada konsumen yang sebagian besar adalah kaum muslim, sehingga mereka tidak benar yakin karena adanya Tuhan yang Maha Haq akan tetapi mereka cenderung yakin karena takut adanya siksaan Tuhan yang maha kejam dalam televise.
Ketiga akan menyebabkan para penonton televisi tersebut malas untuk menggali hazanah keilmuan dalam islam karena mereka cukup menonton azab serta pahala yang disajikan dalam sinetron tersebut, karena sinetron tersebut hanya menyajikan adanya pahala serta adzab akan tetapi tidak menampilkan adanya hal-hal lain diluar pahala serta adzab yang lebih bermanfaat, seperti kelemahan-kelemahan islam dalam menghadapi perkembangan zaman.
Melarang sinetron religi adalah sebuah hal yang tidak realistis, namun paling tidak masyarakat bisa melakukan beberapa langkah untuk mengurangi efek negatifnya dengan beberapa cara antara lain mendesak pihak yang berkomponen semisal komisi penyiaran Indonesia, yayasan lembaga konsumen Indonesia, atau majelis ulama Indonesia untuk melakukan pengontrolan terhadap bagian-bagian dari sinetron religi yang menyimpang, sebagai contoh, penggambaran kekerasan yang berlebihan atau penonjolan unsur mistik yang bertentangan dengan prinsip dasar keimanan islam. Jika hal ini belum maksimal, maka penayangan sinetron religi bisa dituntut untuk hanya bisa ditayangkan pada jam-jam dimana anak-anak yag belum mempunyai pemahaman tentang agama secara mapan tidak bisa menonton secara bebas.

Tidak ada komentar: